Entri Populer

Senin, 13 Desember 2010

MENGENDALIKAN DAN MENGEVALUASI KURIKULUM


I.                    PENDAHULUAN
Dalam memahami pelaksanaan evaluasi kurikulum, maka sebelumnya harus memahami konsep dari evaluasi itu sendiri. Menurut Guba dan Lincoln bahwa Evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai- dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaaan atau sesuatu kesatuan tertentu. Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk menentukan nilai atau efektivitas suatu kegiatan dalam membuat keputusan tentang program kurikulum. Evaluasi sistem kurikulum berkaitan dengan manajemen kurikulum yang dimulai dari tahap  input evaluationprocess evaluation, output evaluation dan outcomes evaluation. Bertujuan untuk mengukur tercapainya tujuan dan mengetahui hambatan-hambatan dalam pencapaian tujuan kurikulum, mengukur dan membandingkan keberhasilan kurikulum serta mengetahui potensi keberhasilannya, memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi masalah yang timbul, menentukan kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan pengembangan lebih lanjut, mengukur dampak kurikulum bagi kinerja TKPD (Bushnell dalam Harris dan Desimone: 1994). Evaluasi merupakan kebutuhan dan mutlak diperlukan dalam suatu sistem kurikulum, karena berkaitan langsung dengan setiap komponen dalam sistem instruksional, dalam seluruh tahapan disain, dan pengembangan kurikulum. Asumsi dasar yang digunakan dalam evaluasi kurikulum dapat berupa spesifik yang ditujukan kepada pengukuran potensi dan kinerja manusia dalam hal ini tenaga kependidikan.

      II.     PEMBAHASAN
Fungsi Kontrol Evaluasi kurikulum
Kurikulum dapat dipandang dari dua sisi, pertama, kurikulum sebagai suatu program pendidikan atau kurikulum sebagai suatu dokumen; kedua, kurikulum sebagai suatu proses atau kegiatan. Dalam proses pendidikan kedua sisi ini sama pentingnya, seperti dua sisi dari satu mata uang logam.  Evaluasi kurikulum haruslah mencakup kedua sisi tersebut, baik evaluasi terhadap kurikulum yang ditempatkan sebagai suatu dokumen yang dijadikan pedoman juga kurikulum sebagai suatu proses, yakni implementasi dokumen secara sistematis.
Jika melihat KBK, maka sudah memiliki beberapa komponen pokok yaitu kompetensi, pengalaman, strategi pembelajaran dan media, rencana evaluasi keberhasilan. Berikut adalah ketepatan evaluasi terhadap kurikulum:
1)  Evaluasi tujuan dan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh setiap anak yang  sesuai dengan visi dan misi lembaga.
Dalam evaluasi kurikulum seperti ini maka pokok yang akan dinilai adalah aspek tujuan atau kompetensi yang diharapkan dalam dokumen kurikulum, yaitu mencakup :
a.       Apakah kompetensi yang harus dicapai oleh setiap anak didik sesuai dengan misi dan visi sekolah.
b.      Apakah tujuan dan kompetensi itu mudah dipahami oleh setiap guru. Sebagai suatu dokumen, kuriulum tidak akan memiliki makna apa-apa tanpa diimplementasikan oleh guru. Maka guru perlu memahami mengenai kompetensi yang diharapkan oleh lembaga pendidikan.
c.       Apakah tujuan dan kompetensi dirumuskan dalam kurikulum sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
2)  Evaluasi terhadap pengalaman belajar yang direncanakan.
Kriteria yang dijadikan patokan dalam tahap ini yaitu menguji pengalaman belajar diantaranya :
a.       Apakah pengalaman belajar yang ada dalam kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian visi dan misi lembaga pendidikan?
b.      Apakah pengalaman belajar yang direncanakan itu sesuai dengan minat siswa.
c.       Apakah pengalaman belajar yang direncanakan sesuai dengan karakteristik lingkungan di mana anak tinggal.
d.      Apakah pengalaman belajar yang ditetapkan dalam kurikulum sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia.
3)  Evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.
Sebagai suatu pedoman bagi guru, kurikulum juga seharusnya memuat petunjuk sehingga bagamana cara pelaksanaan atau cara mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Sejumlah kriteria yang dapat diajukan untuk menilai pedoman strategi belajar mengajar, diantaranya:
a.          Apakah strategi pembelajaran dirumuskan sesuai dan dapat ,mendukung untuk keberhasilan pencapaian kompetensi pendidikan.
b.         Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan dapat mendorong aktivitas dan minat siswa untuk belajar?
c.          Bagaimanakah keterbacaan guru terhadap pedoman pelaksanaan strategi pembelajaran yang disusulkan?
d.         Apakah strategi pembeljaran sesuai dengan tingkat perkembangan siswa?
e.          Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan alokasi waktu.
4)  Evaluasi terhadap program penilaian
Kompoenen berikutnya adalah komponen yang harus dijadikan sasaran penilai terhadap kurikulum sebagai suatu program adalah evaluasi terhadap program penilaian. Beberapa kriteria yang  dapat dijadikan acuan yaitu :
a.          Apakah program evaluasi relevan dengan tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai;
b.         Apakah evaluasi diprogramkan untuk mencapai fungsi evaluasi baik sebagai formatif maupun sumatif;
c.          Apakah program evaluasi kurikulum yang direncanakan dapat mudah dibaca dan dipahami oleh guru;
d.         Apakah program evaluasi bersifat realistios, dalam arti mungkin dapat dilaksanakan oleh guru.
5)  Evaluasi terhadap implementasi kurikulum
Sisi kedua dari kurikulum adalah pelaksanaan atau implementasi kurikulum sebagai program. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman sebagai berikut :
1.         Apakah implementasi kurikulum yang dilaksanakan oleh guru sesuai dengan program yang direncanakan?
2.         Apakah setiap program yang direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru?
3.         Sejauhmana siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai?
4.         Apakah secara keseluruhan implementasi kurikulum dianggap efektif dan efesien?


Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa teknik dalam mengumpulkan data, seperti yang dikemukakan Sevilla, dkk (1993) bahwa dalam pengumpulan data penelitian dalam pendidikan dapat meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.         Observasi;
Observasi dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam melihat situasi penelitian. Teknik ini sangat relevan digunakan dalam penelitian kelas yang meliputi pengamatan kondisi interaksi pembelajaran, tingkah laku anak dan interaksi anak dalam kelompoknya. Observasi dapat dilakukan secara bebas dan terstruktur. Alat yang bisa digunakan dalam observasi adalah lembar observasi, ceklist, catatan kejadian dan lain-lain.
2.         Wawancara;
Teknik pertanyaan lebih cocok digunakan dalam pendekatan survei. Wawancara yang efektif akan membantu pengumpulan data yang akurat, karenanya Fox (dalam Sevilla, 1993) memberikan kreteria karakteristik pertanyaan yang efektif sebagai berikut; (a) bahasanya jelas, (b) ada ketegasan isi dan periode waktu, (c) bertujuan tunggal, (d) bebas dari asumsi, (e) bebas dari saran, dan (f) kesempurnaan dan konsistensi tata bahasa.
3.      Angket (Questionnaire)
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan presepsinya.
4.       Studi dokumenter (Documentary Study)
Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut. [1]

Model-Model Evaluasi Kurikulum
Measurement Model
R. Thorndike, misalnya, berkeyakinan:  if anything exists, it exists in quantity, and if it exists in quantity it can be measured (jika ada, itu ada dalam jumlah, dan jika itu ada dalam jumlah maka itu dapat diukur).[2] Menurut model ini, penilaian pendidikan adalah “pengukuran” terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah. Ruang lingkup evaluasi menurut model ini adalah tingkah laku, terutama tingkau laku siswa, yang mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan pembawaan (intelegensi dan bakat), minat, sikap, dan juga aspek-aspek kepribadian siswa. Dengan kata lain, objek penilaian mencakup aspek kognitif maupun afektif dari tingkah laku siswa.
Alat penilaian yang lazim digunakan dalam model ini adalah tes tertulis atau paper and pencil test. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang setepat mungkin ada kecenderungan untuk mengembangkan alat-alat penilaian (tes) yang baku atau  standardized.[3]  Pendekatan lainnya dalam model ini adalah membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok, yang menggunakan cara pengajaran yang berbeda sebagai variabel bebas. Analisis  perbedaan nilai dilakukan dengan menggunakan cara-cara statistik tertentu untuk dapat menyimpulkan cara pengajaran mana yang lebih efektif di antara cara-cara yang dinilai.




Congruence Model
Model ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama, sekalipun dalam beberapa hal masih menunjukkan adanya persamaan dengan model yang pertama. Tokoh model ini Raph W. Tyler, John B. Carrol, dan Lee J. Cronbach 
Menurut Tyler, proses pendidikan berisi tiga komponen yang saling terkait, yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Penilaian merupakan kegiatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan dapat dicapai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan. 
Ruang lingkup evaluasi menurut model ini adalah memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan dan hasil belajar, maka yang dijadikan objek penilaian adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai adalah perubahan tingkah laku  yang diinginkan (intended behavior) yang diperlihatkan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan. Ruang lingkup perilaku meliputi; pengetahuan, keterampilan, dan nilai/sikap. 
Congruence model tidak membatasi alat penilaian pada tes tertulis atau paper and pencil test saja. Carrol, misalnya, menyebutkan perlunya digunakan alat-alat penilaian lain seperti tes perbuatan dan observasi. [4]
Model ini tidak menyarankan dilaksanakannya penilaian perbandingan untuk melihat sejauh mana kurikulum yang baru lebih efektif dari kurikulum yang ada. Tyler dan Cronbach lebih mengarahkan peranan penilaian pada tujuan untuk memperbaiki kurikulum atau sistem pendidikan.
Langkah-langkah penilaiannya adalah sebagai berikut.
1.  Merumuskan atau mempertegas tujuan.
2. Menetapkan test situation yang diperlukan.
3. Menyusun alat penilaian.
4. Menggunakan hasil penilaian.
Berhubung setiap sistem pendidikan memiliki berbagai tujuan yang ingin dicapainya, akan lebih tepat bila hasil penilaian tidak dinyatakan dalam bentuk hasil keseluruhan tes, melainkan dalam bentuk hasil bagian demi bagian dari tes yang bersangkutan. Dengan demikian, terlihat jelas bagian-bagian dari sistem pendidikan yang masih perlu disempurnakan berhubung belum berhasil mencapai tujuannya.

Illuminative Model [5]
Nama Illuminatif, oleh pengembangnya didasarkan atas alasan bahwa penggunaan berbagai cara evaluasi di dalam model ini bila dikombinasikan akan help illuminative problems, issues, and significant program features. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan di bidang antropologi. Salah satu tokoh yang paling menonjol dalam pengembangan model ini adalah Malcolm Parlett. [6]

Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model ini lebih menekankan penggunaan judgment, selaras dengan semboyannya the judgment is the evaluation
Tahapan evaluasi dalam Illuminatif model terdiri dari tiga fase sebagai berikut.
1. Tahap pertama  observe. Pada tahap ini, evaluator mengunjungi sekolah atau lembaga yang sedang mengembangkan sistem tertentu. Evaluator mendengarkan dan melihat berbagai peristiwa, persoalan, serta reaksi dari guru maupun siswa terhadap pelaksanaan sistem tersebut.
2. Tahap kedua  Inquiry further. Pada tahap ini, berbagai persoalan yang terlihat atau terdengar dalam tahap pertama diseleksi untuk mendapatkan perhatian dan penelitian lebih lanjut.
3. Tahap ketiga Seek to explain. Pada tahap ini, evaluator mulai meneliti sebab akibat dari masing-masing persoalan. Pada tahap ini, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan dicoba untuk ditelusuri. Data semula terpisah satu dengan  lainnya mulai disusun dan dihubungkan dalam kesatuan situasi. Langkah selanjutnya dilakukan interpretasi data yang diharapkan dapat dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan. [7]
                                                                                         
Dari langkah-langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model ini adalah perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang dievaluasi. Hal ini disebabkan model ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan pentingnya menjalin kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau sistem yang sedang dikembangkan.[8] Di samping itu, faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah bagian-bagian. [9]

Sistem Model
Hakikat evaluasi menurut sistem model adalah untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgment mengenai sistem yang dinilai tersebut.
Prinsip-prinsip model ini adalah sebagai berikut.
1. Menekankan pentingnya sistem sebagai suatu keseluruhan yang dijadikan objek penilaian, tanpa membatasi pada aspek hasil yang dicapai saja. [10]
2. Perbandingan antara performance dan criteria merupakan salah satu inti yang penting.
3. Kegiatan penilaian tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan dari sistem yang telah dinilainya, melainkan harus sampai pada suatu  judgment mengenai baik-buruknya dan efektif tidaknya sistem pendidikan tersebut.
4. Informasi yang diperoleh dari hasil penilaian berfungsi sebagai bahan atau  input bagi pengambilan keputusan mengenai sistem yang bersangkutan dalam rangka:
a.   Penyempurnaan sistem selama sistem tersebut masih dalam tahap pengembangan; dan
b. Penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem pendidikan yang bersangkutan dibandingkan dengan sistem yang lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat evaluasi menurut sistem model adalah sebagai berikut.
1. Penilaian ditujukan kepada berbagai dimensi sistem.
2. Perbandingan antara performance dan kriteria.
3. Tidak hanya berakhir dengan deskripsi, tetapi juga judgment sebagai kesimpulan dari penilaian.

Meningkatkan Dan Mengembangkan Kualitas Pembelajaran
Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dan dikembangkan melalui beberapa cara, seperti (1) meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan , memperbaiki tes bakat, sertifikasi kompetensi dan profil portfolio, (2) membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif, (3) menciptakan kesempatan belajar baru disekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah paa jam-jam libur, (4) meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi dan penghargaan atas pencapaian prestasi akademik, (5) membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan, bertindak sebagai sumber kontak informal tenaga kerja, membimbing siswa menilai pekerjaan-pekerjaan, membimbing siswa membuat daftar riwayat hidupnya dan menembangkan portfolio pencarian pekerjaan. [11]
Cara lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan menerapkan TQM (Total Quality Management). TQM merupakan suatu pendektan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui prbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Namun, pendekatan TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristiknya, yaitu:
1.      fokus pada pelanggan baik internal maupun eksternal,
2.      memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas,
3.      menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah,
4.      memiliki komitnen jangka panjang,
5.      membutuhkan kerja sama tim,
6.      memperbaiki proses secara kesinambungan,
7.      menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan,
8.      memberikan kebebasan yang terkendali,
9.      memiliki kesaatuan tujuan,
10.  adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. [12]
Salah satu kunci keberhasilan penerapan TQM adalah penerapan konsep pelibatan dan pemberdayaan karyawan. Pelibatan karyawan adalah suatu proses untuk mengikutsertakan para karyawan pada semua tingkatan organisasi dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
Cara untuk meningkatkan dan mengmbengkan kualitas pendidikan yang kini mengejala diseluruh pelosok dunia adalah melalui MBS. Namun demikian, dalam MBS ini kualitas dilihat dari perspektif yang lebih luas daripada yang biasanya didefinisikan para pengamat dan ahli pendidikan sebelumnya. Kemajuan sekolah dalam konteks MBS ini pun dilihat dari pandangan yang jauh lebih luas dari pemaknaan sebelumnya.
Di Amerika Serikat Site-Based Management dapat menjadi sarana yang efektif untuk kemajuan sekolah. Reynold (1997) yakin bahwa MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada siswa-orang tua siswa-dan masyarakat, dan kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.
MBS dinilai berhasil dalam konteks pengaruhnya terhadap parra siswa. Yang menjadi masalahnya adalah MBS bukanlah suatu program pengajaran atau strategi pembelajaran sehingga pengaruhnya kepada siswa tidak langsung.


III.               KESIMPULAN
Ketepatan evaluasi terhadap kurikulum:
1)  Evaluasi tujuan dan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh setiap anak yang  sesuai dengan visi dan misi lembaga.
2)  Evaluasi terhadap pengalaman belajar yang direncanakan.
3)  Evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.
4)  Evaluasi terhadap program penilaian
5)  Evaluasi terhadap implementasi kurikulum
Dalam mengevaluasi diperlukan adanya teknik pengumpulan data, yaitu dengan cara: (1) Observasi, (2) Wawancara (3) Angket (4) Studi Dokumenter.
Model-model evaluasi kurikulum yaitu: (1) Measurement (2) Congrunce (3) Illuminatve (4) System.
Strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan yaitu dengan cara menerapkan TQM (Total Quality Management) dan MBS. Agar TQM dan MBS mendapatkan kualitas yang diinginkan, maka keduanya harus didesaign secara matang.

IV.              PENUTUP
Demikian uraian makalah yang dapat penulis sajikan, apabila terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun dalam pemaparan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kesempurnaan hanya milik Allah dan kekurangan pastilah milik manusia karena itu, tidak lupa kritik dan saran selalu kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.








DAFTAR PUSTAKA
Edward Salllis, Total Quality Management in Education  (London: Kogan Page Limited, 1993)
Fandy Tjipto dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, edisi keempat, cet. I, 2001)
Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, Terj. Budi Puspo Priyadi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)
Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001)
Stephen Issac and William B. Michael, Handbook in Research and Evaluation (California: Edits Publisher, 1984)
Worthen, Blaine R. and James R. Sanders. Educational Evaluation: Alternative Approaches and Practical Guidelines. (New York: Longman, 1987)
http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-pengumpulan-data-kualitatif/


[1] http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-pengumpulan-data-kualitatif/
[2] Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), hal. 234-260.
[3] Stephen Issac and William B. Michael, Handbook in Research and Evaluation (California: Edits Publisher, 1984), hal 7
[4] Op. Cit, Sudjana, Nana dan Ibrahim. hal. 241.
[5] Worthen, Blaine R. and James R. Sanders. Educational Evaluation: Alternative Approaches and Practical Guidelines. (New York: Longman, 1987), hal. 132-133.
[6] Op. Cit, Nana Sudjana & Ibrahim, hal. 250
[7] Ibid, hal. 250-253
[8] Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, Terj. Budi Puspo Priyadi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 18.
[9] Ibid, hal. 20.
[10] Op. Cit, Sudjana, Nana dan Ibrahim. hal. 244
[11] Edward Salllis, Total Quality Management in Education, London: Kogan Page Limited, 1993. hal. 34
[12] Fandy Tjipto dan Anastasia Diana, Total Quality Management, Yogyakarta: Andi, edisi keempat, cet. I, 2001. hal. 4-5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar